Kamis, 23 Januari 2014

BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)


Definisi BPHTB
BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) adalah perbuatan atau peristiwa hokum yang mengakibatkan diperolahnya hak atas tanah dan atau bvagunan oleh orang pribadi atau badan.
Dasar Hukum
Dasar Hukum dari BPHTB adalah UU No. 20 Tahun 2000.
Subjek BPHTB :
Orang Pribadi atau badan yang memperoleh hak ats tanah dan atau bangunan.
Objek BPHTB :
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan meliputi:
1.       Pemindahan Hak karena :
a.       Jual beli
b.       Tukar menukar
c.       Hibah
d.      Hibah Wasiat, merupakan suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanahdan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hokum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.
e.      Waris
f.        Pemasukan dalam Perseroan/Badan Hukum lainnya
g.       Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan
h.      Penunjukan pembeli dalam Lelang
i.         Pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan Hukum Tetap
j.        Penggabungan Usaha
k.       Peleburan Usaha
l.         Pemekaran Usaha
m.    Hadiah

2.       Pemberian Hak Baru karena :
a.       Kelanjutan pelepasan hak yaitu, pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hokum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak.
b.      Diluar pelepasan hak yaitu, pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hokum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Objek yang tidak dikenakan BPHTB:
1.       Objek yang diperoleh perwakilan diplomatic
2.       Objek yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan kepentingan umum.
3.       Objek yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi internasiona yang ditetapkan Menteri Keuangan, dengan syarat tidak menjalankan usaha lain diluar fungsi dan tugasnya.

Tarif BPHTB :
Tarif BPHTB adalh sebesar 5%  dari  NPOPKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak).

Hak Atas Tanah Sebagai Perolehan Tanah dan Bangunan
Ø  Hak milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;
Ø  Hak guna usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku;
Ø  Hak guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Ø  Hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ø  Hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
Ø  Hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan pajak (BPHTB) adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam hal :
  1. jual beli adalah harga transaksi;
  2. tukar-menukan adalah nilai pasar;
  3. hibah adalah nilai pasar;
  4. hibah wasiat adalah nilai pasar;
  5. waris adalah nilai pasar;
  6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
  7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
  8. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;
  9. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;
  10. pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar;
  11. penggabungn usaha adalah nilai padar;
  12. peleburan usaha adalah nilai pasar;
  13. pemekaran usaha adalah nilai pasar;
  14. hadiah adalah nilai pasar;
  15. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.
        Apabila NPOP dalam hal 1 s/d 14 diatas tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP PBB yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB.


Tata Cara Pembayaran
Dasar penetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTP) sesuai yang diatur oleh Undang –undang No. 21 Tahun 1997 adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Nilai Perolehan Objek Pajak  (NPOP) dalam jual – beli properti yang dihitung adalah nilai transaksi, sedangkan dalam kegiatan hukum lainnya (hibah, warisan, tukar – menukar dan lain – lain) yang menjadi Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang ditetapkan pada tahun terjadinya pemindahan hak, maka yang digunakan sebagai dasar perhitungan pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan. Sebaliknya, apabila Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) lebih besar dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), maka yang digunakan sebagai dasar perhitungan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Perlu diketahui bahwa kebijakan penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bersifat regional, artinya setiap pemerintah daerah memiliki kebijakan masing – masing.
Tarif yang ditetapkan untuk perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTP) sesuai dengan yang diatur oleh Undang – undang No. 21 Tahun 1997 adalah 5 % dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi dengan  Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) atau disebut sebagai Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan secara regional paling tinggi adalah Rp. 60.000.000,- (Enam Puluh Juta rupiah), sedangkan untuk perolehan secara waris atau hibah yang diterima secara pribadi oleh perseorangan yang masih memiliki ikatan darah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan paling tinggi sebesar Rp. 300.000.000,- (Tiga Ratus Juta rupiah). Secara matematis dapat dirumuskan:
NPOPKP
=
NPOP – NPOPTKP
Nilai BPHTB
=
 5 % x NPOPKP

Berikut ini adalah ilustrasi pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTP):
A membeli tanah di Kodya Bandung dari B senilai Rp. 200.000.000,-
Pemerintah Kota Bandung menetapkan NPOPTKP sebesar Rp. 60.000.000,-
Maka BPHTP yang harus dibayarkan oleh A adalah:
NPOP
=
Rp. 200.000.000,-
NPOPTKP
=
Rp.   10.000.000,-

=
Rp.   60.000.000,-
NPOPKP
=
NPOP – NPOPTKP

=
Rp. 200.000.000,- – Rp. 60.000.000,-

=
Rp. 140.000.000,-
 BPHTP Terhutang
=
5 % x NPOPKP

=
5 % x Rp. 140.000.000,-

=
Rp. 7.000.000,-
Jadi, BPHTP yang harus dibayarkan oleh A adalah sebesar Rp. 7.000.000,-



CONTOH SOAL

1.   Wajib Pajak A membeli sebidang tanah di Kota Malang seharga Rp. 100 juta, NJOP PBB pada tahun terjadinya transaksi adalah Rp.95 juta. Jika NJOPTKP kota Malang atas transaksi tersebut sebesar Rp. 60 juta, maka tentukan BPHTB yang terutang atas perolehan hak Tersebut !

Jawab :
NPOP                      = Rp. 100.000.000
NPOPTKP               = Rp.  60.000.000
NPOPKP                  = Rp. 40.000.000

BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x Tarif
BPHTB = NPOPKP x  Tarif



BPHTB Terhutang  = (100.000.000 – 60.000.000) x  5%
                                =  Rp. 40.000.000 x 5%
                                =  Rp. 2.000.000


2.   PERUM perumnas memperoleh hak pengelolaan atas tanah seluas 10 ha dengan NPOP RP. 1.000.000.000,-. BPHTB adalah :

Jawab :

NPOP                         = Rp. 1.000.000.000,-
NPOPTKP                 =             60.000.000,-
NPOPKP                    =  Rp. 940.000.000,-

BPHTB Terhutang = 5% x Rp. 940.000.000,- = Rp. 47.000.000,-

Wajib pajak membayarkan BPHTP terhutang tidak berdasarkan pada Surat Ketetapan Pajak (SKP), melainkan dengan cara melakukan perhitungan mandiri dengan mengisi Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (SBB). SBB dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak yang ada di setiap daerah. Pembayaran BPHTP dapat dilakukan di tempat yang telah ditunjuk, seperti Kantor Pajak, Bank atau Kantor Pos serta dapat dilakukan tanpa menunggu diterbitkannya SKP. Apabila wajib pajak tidak melakukan pembayaran BPHTP, maka Dirjen Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan BPHTP (SKBKB) berserta perhitungan denda sebesar 2 % untuk jangka waktu paling lama 24 bulan (2 tahun), dihitung mulai saat pajak terhutang hingga diterbitkannya SKBKB.
Semoga uraian singkat diatas  mengenai pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTP) dapat bermanfaat. Ingat Pajak untuk kepentingan bersama!


Rabu, 15 Januari 2014

Opini Pelanggaran Hukum Terhadap Pelanggaran Etika


1. Masalah dan Kekacauan awal di Bank Century.

a. Kelemahan manajemen, penggelapan dana valuta asing, pemberian kredit yang sembarangan, dan penempatan dana investasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
b. Mulai ramai setelah kekacauan reksadana Antaboga Deltasekuritas yang dikeluarkan Bank Century. Demo nasabahnya yang tertipu sering diliput televisi karena penampilan Sri Gayatri yang selalu tampil atraktif.
c. Dana Bank Century ternyata juga dibobol pemiliknya sendiri, Robert Tantular.
Tanggal 1 Juni 2009, Jampidum Abdul Hakim Ritonga mengindikasikan adanya aset Robert Tantular senilai Rp 10 Trilyun di Hong Kong.
(Kwik Kian Gie menyatakan, Bank Century awalnya adalah gabungan dari bank-bank kecil yang juga dianggap bermasalah seperti Bank CIC, Danpac, dan Bank Piko).

2. Sebelumnya, November 2008, Pemerintah, Bank Indonesia, KKSK, dan DPR karena takut kasus Bank Century jadi sistemik dan mengguncang ekonomi Indonesia di awal krisis global, terpaksa menyetujui bail-out. Bail out yang disetujui, Rp 1,3 Trilyun. (KKSK : Komite Stabilitas Sistem Keuangan).

3. Demi menjaga stabilitas ekonomi, kriminal atau tidak, bobrok ngga bobrok, Bank Century ini harus diselamatkan at all cost.

4. Dana talangan yang dikucurkan pemerintah dan BI, Sri Mulyani dan Boediono terus naik mencapai Rp 6,3 Trilyun. Digelontorkan sejak 23 November 2008. Dasarnya karena masalahnya membesar dan pemerintah harus menambah suntikan dana (Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan). Kalau ini tidak dilakukan, kerugian yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi akan jauh lebih masif.

5. Alasan utama bail-out Bank Century, versi Pemerintah dan BI :
Bail out harus dilakukan karena bisa secara sistemik merembet dan mengguncang ekonomi nasional, melalui :
a. terganggunya sistem pembayaran nasional,
b. guncangan pada stabilitas pasar uang, nilai rupiah, dan menurunnya cadangan devisa,
c. merembet ke bank-bank lain –> Rush,
d. pelarian besar-besaran modal ke luar negeri,
e. masuk ke sektor riil,
f. dan akhirnya, faktor psikologis masyarakat dan pasar yang tidak rasional, terutama saat krisis global, membuat ini bisa mengguncang ekonomi Indonesia secara umum.

6. Untuk menyelamatkan Bank Century, BI juga merubah aturan syarat kecukupan modal (CAR), dari 8% menjadi 0%. Perubahan peraturan termasuk juga memungkinkan deposan-deposan besar diatas Rp 2 milyar yang sebelumnya tidak dijamin, bisa mendapatkan uangnya kembali.
Alasan :
Bank Indonesia mengkhawatirkan, bila ini tidak dilakukan, maka bisa men-trigger pelarian pemilik modal besar secara besar-besaran ke luar negeri, seperti Singapura dan Hongkong.
7. Pendapat Kontra Bail-out :
a. Bank Century terlalu kecil untuk bisa mempengaruhi sistem keuangan dan ekonomi Indonesia secara umum. Aset Century cuma 0,05 persen dari total aset perbankan Indonesia.
b. Bank Century diselamatkan bukan karena faktor sistemik, tapi konspirasi sementara pejabat BI untuk menyelamatkan deposan besar, seperti Budi Sampoerna dengan simpanan Rp 2 Trilyun (diantaranya pendapat ICW).
c. Para deposan besar ini diantaranya adalah penyumbang kampanye SBY (status : rumor, belum ada bukti, dan buku “Gurita Cikeas”).
d. Kekacauan Bank Century awalnya adalah kelemahan Bank Indonesia dalam mengawasi bank nakal. BI harus bertanggung jawab.
Para tokoh kontra bail out : Kwik Kian Gie, Anwar Nasution (Ketua BPK), mantan Wapres Jusuf Kalla, Amien Rais, ekonom Imam Sugema, dll.

8. Wapres Jusuf Kalla
Wapres saat itu, Jusuf Kalla menganggap kasus Bank Century adalah perbuatan kriminal. Jusuf Kalla tidak diajak meeting soal Bank Century. Dia pernah memerintahkan Kapolri agar semua pemimpin Bank Century ditangkap. Wapres Jusuf Kalla juga menganggap di Indonesia tidak ada krisis yang signifikan.

9. KPK dan BPK
KPK meminta BPK yang dipimpin Anwar Nasution mengaudit Bank Century. KPK dan Anwar Nasution percaya ada indikasi korupsi dalam penyelamatan Bank Century. KPK juga menyadap salahsatu petinggi Polri.

10. Polri
Ada yang menduga ada oknum Polri (buaya) terlibat ”menjaga” oknum-oknum yang terkait Bank Century karena dianggap ”proyek kelas kakap”. Beberapa pihak juga mengaitkan ini dengan ditangkapnya 2 petinggi KPK, Bibit dan Chandra beberapa waktu lalu tanpa ada bukti yang jelas, demi menghambat pengusutan kasus Century.

11. Banyak yang sekarang sudah menempatkan Sri Mulyani dan Boediono sebagai tersangka. Tapi sebenarnya masih ada 2 kemungkinan :
a. Sri Mulyani dan Boediono adalah bagian dari konspirasi besar semata-mata demi menyelamatkan dana pihak Century dan orang-orang yang terkait Century.
b. Sri Mulyani dan Boediono-lah yang telah menyelamatkan ekonomi Indonesia sehingga saat ini Indonesia tidak terjerumus krisis yang lebih hebat. Yang melakukan tindak penyelewengan hanyalah segelintir orang, Robert Tantular, pemilik Bank Century yang menggondol dana Bank Century, dan beberapa oknum di BI.

12. Dua logika berlawanan yang bisa terjadi.
a. Bank Century tidak perlu diselamatkan, karena Indonesia tidak krisis.
b. Indonesia berhasil tidak masuk krisis, justru karena Century diselamatkan.
Faktanya adalah saat itu adalah awal mula krisis global di negara maju yang bisa merembet ke Indonesia, dan banyak orang kaya di Indonesia yang jelas grogi dengan keamanan uangnya di Indonesia.

13. Alasan riil Angket Bank Century oleh DPR bisa ada 3 :
a. DPR ingin memperjuangkan rakyat.. 
b. Pihak-pihak di DPR ingin main politik, baik itu untuk menjatuhkan pemerintah, merebut kemenangan di Pemilu berikutnya, maupun untuk semata-mata meningkatkan daya tawar politik.
c. Lupa masih banyak urusan lain yang lebih kritis, seperti tingkat pengangguran yang terus bertambah dan daya saing nasional Indonesia yang makin menurun.

komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berulang kali mengatakan bahwa keterangan mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mampu membongkar kasus dugaan korupsi terkait turunnya dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun ke Bank Century.
Setelah setahun menyandang status tersangka, akhirnya  mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya, ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penahanan Budi Mulya dilakukan Jumat (15/11), setelah diperiksa untuk pertama kalinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Penahanan Budi Mulya ini merupakan awal langkah maju dalam upaya KPK menuntaskan skandal dugaan korupsi Bank Century. Jalan masih panjang untuk mengungkap tuntas siapa sesungguhnya aktor atau dalang di balik pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik tersebut.
Sementara itu, pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, Sabtu lalu, bahwa penahanan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya bukan akhir pengungkapan skandal korupsi dalam penyelamatan (bailout) Bank Century sungguh melegakan.
Pernyataan tersebut menjadi jaminan bahwa KPK akan terus menelisik keterlibatan tokoh-tokoh lain, terutama aktor utama, dalam skandal yang merugikan keuangan negara hingga Rp 6,7 triliun itu. Budi Mulya disangka menyalahgunakan kewenangan dalam penyaluran fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century, sekaligus dalam penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik.
 Tetapi pengambilan keputusan di BI bersifat kolektif kolegial. Artinya, keputusan itu tak mungkin dilakukan sendiri oleh Budi Mulya. Budi Mulya sendiri menyatakan bahwa kebijakan pengucuran FPJP kepada Bank Century diputuskan oleh Dewan Gubernur BI yang saat itu dipimpin Boediono (kini wapres). Karena itu, tekad dan komitmen KPK untuk menelisik tokoh-tokoh lain yang diduga terlibat dalam skandal penyelamatan Bank Century ini sungguh relevan dan urgen. Selain Budi Mulya, sejauh ini KPK sudah pula menetapkan status tersangka terhadap bekas petinggi lain BI, yaitu mantan Deputi Gubernur Siti Fadjrijah.
Namun proses pemeriksaan terhadap Fadjridah tak bisa berlanjut karena dia menderita sakit serius. Secara keseluruhan, KPK sudah memanggil dan meminta keterangan terhadap lebih dari 30 orang yang dipandang punya kaitan langsung maupun tidak langsung dengan proses penyelamatan Bank Century ini.
Selain Budi Mulya dan Sisi Fadjrijah, mereka antara lain mantan Direktur Pengaturan Perbankan BI Wimboh Santoso serta mantan Menkeu sekaligus mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati dan Sekretaris KSSK Raden Pardede. Sri Mulyani turut terseret-seret karena selaku Ketua KSSK dia berperan penting dalam rapat penentuan status Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang kemudian menjadi pijakan bagi tindak penyelamatan bank tersebut.
Rapat itu sendiri juga dihadiri Gubernur BI Boediono selaku Wakil Ketua KSSK kala itu. Selain meminta keterangan sejumlah saksi, KPK juga sudah menggeledah serta menyita sejumlah dokumen dari BI. Dokumen tersebut menjadi bahan penting untuk lebih mendalami keterangan saksi-saksi yang sudah diperiksa. Jadi, proses penanganan kasus Bank Century oleh KPK sebenarnya sudah terbilang jauh. Terlebih kalau ditarik ke titimangsa kasus tersebut, yaitu November 2008, rentang waktu yang telah dilalui demikian panjang.
Penahanan Budi Mulya dan proses sidang di pengadilan tindak pidana korupsi nantinya, diharapkan ia berkata jujur dan membuka tabir apa yang sesungguhnya terjadi. Dengan demikian kasus ini semakin terang benderang dan semua pihak yang terlibat diproses secara hukum. Selama ini penanganan kasus hukum skandal Bank Century dapat dikatakan berjalan sangat lamban. Padahal, kasus itu terjadi tahun 2008. Keputusan pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, jelas bukan merupakan keputusan individu oleh pejabat di Bank Indonesia maupun Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), melainkan keputusan kolektif pada pejabat terkait di kedua instansi tadi.
Artinya, keputusan itu tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya dan mantan Deputi Pengawasan Bank Indonesia, Siti Fadjrijah yang batal dijadikan tersangka karena sakit stroke. Untuk mengungkap lebih jauh siapa saja yang terlibat, KPK masih perlu kerja keras. Nama-nama siapa saja yang punya peran dan kontribusi dalam mengambil kebijakan tersebut sesungguhnya sudah ada di tangan KPK. Namun, karena menyangkut tokoh yang menduduki jabatan penting di negeri ini, KPK masih sungkan.
Dibutuhkan sebuah keberanian kalau KPK ingin menuntaskan kasus ini. Kita mengapresiasi pernyataan Ketua KPK Abraham Samad yang secara tegas mengatakan kasus Bank Century belum berakhir pascapenahanan Budi Mulya.
Tim penyidik KPK yang tergabung dalam satuan tugas kasus Bank Century terus menelusuri dan mendalami kasus ini agar bisa memastikan apakah masih ada tersangka lain. Abraham juga menjamin, siapa pun yang nantinya terbukti terlibat dalam kasus Century akan tetap dijerat KPK. Masyarakat akan terus mengikuti proses hukum penyelesaian kasus Bank Century yang ditetapkan sebagai bank berdampak sistemik sehingga pemerintah mengucurkan dana talangan Rp 6,7 triliun tersebut.
Adanya aroma “kepentingan” di balik pengambilan keputusan pemberian dana talangan tersebut memang tercium sangat kental, sehingga kalangan Dewan Perwakilan Rakyat membentuk Tim Pansus Bank Century yang menghasilkan sejumlah rekomendasi.
Namun, sejauh ini rekomendasi Tim Pansus Bank Century tersebut belum banyak ditindaklanjuti. Penanganan kasus ini juga tidak mudah karena berlindung di balik kebijakan dan peraturan yang telah disiapkan sebelumnya. Jadi, kebijakan memberikan fasilitas dana talangan itu seolah semuanya normal dan tidak menyimpang. Terutama karena didukung adanya peraturan dan kebijakan. Apalagi diembel-embeli bank berdampak sistemik bisa mengancam perekonomian nasional. Padahal, adanya permainan di balik itu sangat terang benderang. Terbukti dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal aliran dana, banyak aliran dana talangan jatuh ketangan orang tak berhak.
 Parahnya lagi, seperti pengakuan pemilik Bank Century Robert Tantular; pada awalnya pihaknya mengusulkan dana talangan hanya Rp 1 triliun, namun akhirnya yang disetujui pemerintah melalui otoritas Bank Sentral berubah menjadi Rp 6,7 triliun. Tahun 2014, sesuai peraturan Bank Century yang kini menjelma menjadi Bank Mutiara harus dijual. Harganya kemungkinan bisa lebih dari angka dana talangan itu. Persoalannya, ada pelanggaran hukum dalam pengucuran dana talangan tersebut.
Nah, kita berharap KPK bisa mengungkap dan menjerat siapa saja yang terlibat. KPK juga harus serius menelusuri lebih jauh dan lebih dalam seputar tokoh-tokoh lain yang diduga terlibat skandal itu, terutama figur yang menjadi aktor utama. 

Pendapat tentang kasus bank century:
Saat sekarang ini materi dapat mengalahkan segalanya terlebih keimanan seseorang. Tidak peduli akibat yang akan mereka tanggung kedepannya. Tidak terkecuali dengan orang pejabat tinggi, karena semakin tinggi mereka semakin tinggi juga godaan dan semakin kurang keimanan mereka. Tanpa memikirkan malu dan proses hukum yang akan mereka jalani nantinya
Dalam menyikapi sebuah permasalahan yang berkaitan dengan Hukum dan Politik. Perlu untuk dipahami bahwa asumsi dasar yang dipakai dalam mengkaji adalah hukum merupakan sebuah produk politik. Karakter dari dari setiap produk hukum akan sangat ditentukan oleh kekuatan politik yang melahirkannya. Dalam kasus Bank Century ini bahwa ketentuan hukum yang dilahirkan dalam menanganinya merupakan hasil dari politik. Namun dalam pengkajian kasus Bank Century perlu dipertegas bahwa kasus tersebut bukanlah hasil dari politisasi. Karena memang kasus tersebut sudah menjadi bagian dari kebijakan publik.
Di Indonesia sendiri fenomena terjadi dan dibuktikan dengan kasus Bank Century. Fungsi instrumental dari hukum sebagai sarana kekuasaan politik yang lebih berpengaruh dan dominan daripada fungsi-fungsi lainnya. Karakter ini muncul pada Indonesia adalah karena adanya tujuan, isi, dan substansi atas segala prosedur dalam mencapai tujuan tersebut sesuai ketentuan undang-undang.
Dalam penyelesainnya kasus Bank Century ditempuh kebijakan hukum berupa dana talangan. Hal tersebut dilakukan demi stabilitas ekonomi Indonesia. Demi menjaga Indonesia dari serangan krisis global. Selain itu langkah hukum tersebut juga demi menjaga stabilitas politik yang merupakan syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk berhasilnya pembangunan ekonomi. Dengan demikian instrumen dari penyelesaian kasus Bank Century sebagai langkah pembangunan menunjukkan hukum bukanlah tujuan. Namun terlihat jelas hukum diproduksi untuk mendukung politik. Oleh sebab itu segala peraturan maupun prosuk hukum lainnya yang tidak dapat mewujudkan stabilitas dan pertumbuhan politik harus dihapuskan. Sehingga saat ini hal tersebut malah disalahgunakan dengan pembuktian peraturan yang menjadi landasan hukum diberikannya dana talangan untuk Bank Century.

Perusahaan dan Negara yang Mengacu pada International Financial Reporting Standards

A.   Sekilas mengenai IFRS ( International Financial Reporting Standards ) IFRS (Standar Pelaporan Keuangan Internasional) merupaka...