Minggu, 30 Desember 2012

Resensi Novel "Supernova" Karya Dewi Lestari



Judul                 : Supernova [Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh]
Penulis             : Dewi “Dee” Lestari Simangunsong
Penerbit            : Tredee Books
Genre                : Fiction and Philosophy
Terbit Tahun    : 2001 pada Cetakan V
Tebal Buku       : 231 halaman
Panjang Buku : 21 cm
Lebar Buku       : 13,5 cm

Resensi
Buku dengan tebal 231 halamn ini memang sangat menarik untuk dibaca oleh orang yang menggemari sains, karena buku ini memang didominasi oleh bahasa sains yang mudah dimengerti bagi penyuka sains. Saya rasa buku ini juga sangat menarik bagi orang yang awam terhadap sains, yang ingin menikmati karya sastra yang didominasikan sebagai Indonesia’s Best Fiction Award 2000-2001 (Novel Fiksi Indonesia Terbaik 2000-2001).
Bagi mereka yang kurang memahami istilah-istilah dalam sains, keindahan kata demi kata dapat dimengerti karena di setiap halaman novel ini selalu dilengkapi footnote (catatan kaki). Jadi untuk para penikmat novel jangan takut untuk mulai membaca karya sastra sains fiksi karena disitu lah sisi yang memiliki faktor menarik dan menantang.
Kendala yang mungkin dirasakan oleh para pembaca awam sains adalah banyaknya istilah sains yang sulit dimengerti dan memakan tempat karena penjelasan dari footnote nya yang cukup panjang. Namun novel ini tetap menjadi Novel Fiksi Indonesia Terbaik karena memiliki keunikan tersendiri, bukan hanya karena bisa memasukkan unsur sains yang sangat kental tapi juga dapat memadukan unsur keromantisan yang juga mewarnai novel ini dengan sangat baik. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa puisi puitis yang dapat disampaikan dengan apik melalui bahasa sains. 
Penokohan yang dilakukan Dewi “Dee” Lestari pun kuat untuk sebuah novel fiksi. Sifat dari karakternya pun dapat terasa dengan jelas. Alur ceritanya pun tidak berbelit-belit dan tidak berbasa-basi, sehingga pembaca pun disuguhi cerita yang jelas tujuan dan maksudnya.
Dikisahkan oleh Dee (panggilan akrab bagi Dewi Lestari) ; ada dua pria yang mengalami penyimpangan perilaku seksual, mereka gay (homo) yang sudah menjalani kehidupan bersama selama 10 tahun. Dhimas dan Ruben namanya. Mereka mengikat janji bahwa di tahun kesepuluh hubungan mereka, mereka akan membuat roman sains yang romantis sekaligus puitis <hal. 13>. Dikisahkan, Ruben termasuk kumpulan anak beasiswa – orang-orang sinis dan kuper – yang hanya cocok bersosialisasi dengan buku. Sementara Dhimas termasuk kumpulan anak orang kaya, kalangan mahasiswa Indonesia berlebih harta <hal. 5>. 
Mereka menulis bahwa ada seorang pria yang dapat dikatakan sempurna; tampan, mapan, produktif, menarik, dan berjabatan tinggi. Tokoh tersebut bernama Ferre, dia begitu menarik sehingga diidolakan oleh kaum hawa. Tersebutlah seorang wartawati dari sebuah tabloid wanita bersuamikan Arwin mencoba mewawancarai Ferre. Rana nama wanita itu, entah karena pribadi keduanya yang sama-sama menarik, keduanya pun saling tertarik dan menjalani hubungan terlarang antar seorang lajang dan seorang wanita bersuami. Arwin, suami Rana, sama sekali tidak menaruh curiga pada sang istri, ia terlalu cinta pada Rana. Wanita bersuami yang mengalami ketidakpuasan dalam berumah tangga ini pun mencoba mencari kepuasan lain dari Ferre dengan segala kemesraan.
Suatu waktu Rana dihadapkan pada kenyataan bahwa ia harus memilih antara Ferre, pria yang menjanjikan kepuasan namun tidak memberikan rasa aman saat bersamanya, ata Arwin, pria mapan yang membosanlan namun dapat memberikan rasa amat saat bersamanya. Saat Rana merasa yakin akan Ferre, ternyata Arwin datang dengan sebongkah harapan bahwa ia akan membahagiakan Rana kelak. Rana pun goyah dan memutuskan hubungannya dengan Ferre.
Ferre yang memang sedang dimabuk cinta merasa sedih setengah mati karena harapan yang sudah ia bangun malah dilanda badai yang tak ia duga. Sempat ia berfikir untuk bunuh diri. Namun, ada seorang wanita, Diva, yang datang menyelamatkan Ferre dari keputusannya tentang hidup.
Diva dikatakan sebagai seorang wanita berwawasan sangat luas, cantik, kaya, mapan, dan berpikir maju. Ia memang seorang pelacur kelas kakap yang hanya menerima bayaran besar dalam bentuk dolar <hal. 57>, dan tanpa seorang mucikari oleh karena itu ia ingin dikenal sebagai seorang wiraswasta (enterpreuneur) sejati. Pelanggannya pun hanya orang-orang berkantong tebal.
Diva ternyata adalah tetangga seberang rumah Ferre. Setiap malam sebelum mereka tidur, dari jendela masing-masing, mereka mengucapkan selamat tidur dan sepercik kekaguman terhadap pribadi masing-masing.
Ferre pun berteman dekat dengan Diva dan berangsur-angsur pulih dari pengalaman pahitnya. Tokoh lain yang juga mewarnai cerita ini adalah Supernova, seorang cyber avatar (semacam penyelamat/pertapa yang hidup di dunia maya) yang berpikiran luas terhadap dunia dan menjadi tempat curhat tokoh lain di novel ini. Selain Supernova, ada seorang pria yang menjadi pengagum juga yang dikagumi oleh Diva, Gio satu-satunya pria yangb dibolehkan Diva untuk mengecup bibirnya. Seorang pecinta alam yang sudah menjelajahi hampir seluruh permukaan bumi. 
Cerita ini memang dapat dipandang sebagai cerita yang unik. Karena ada sisi-sisi yang masyarakat kita anggap masih tabu untuk dibicarakan malah diungkapkan dan diceritakan dengan cara yang unik pula oleh Dee. Mungkin karena itu pula Dee memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh penulis lain di mata para pakar karya sastra. Karena para pakar memandang Supernova sebagai karya sastra yang layak untuk diperbincangkan dan tentunya dinikmati karena mengandung unsur sastra yang menarik untuk dibicarakan.
Dee menulis Supernova dengan cara yang mengacu pada penulisan novel pada umumnya. Pada pemilihan kata atau diksi, Supernova mengungkapkan jalan ceritanya yang cukup rumit tapi bertujuan itu dengan memadukan istilah sains yang penjelasannya cukup memakan tempat, dengan kata-kata para pujangga yang serasi dan memberikan variasi bagi para penikmat buku yang ingin mencoba gaya penulisan dan penceritaan baru dalam dunia Lingkar Pena di Indonesia.
Supernova dapat menimbulkan sebuah tantangan untuk menikmati isi cerita dari awal hingga akhir yang diselipi berbagai istilah sains yang sulit namun puitis.
Sapardi Djoko Damono mengomentari Supernova; Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh bahwa novel ini, terutama penyusunan dialog dan komposisinya merupakan perwujudan dari kebudayaan kita yang sekarang diguncang oleh tidak adanya makna yang bisa dijadikan pegangan. Sangat menarik. Begitulah komentar dari seorang pakar dan sekaligus penikmat Supernova yang satu ini.
Namun di samping hal-hal yang telah saya uraikan menurut sudut pandang saya pribadi, novel ini juga memiliki kekurangan, mungkin karena bukunya yang cukup tebal, para pembaca atau orang yang tertarik untuk membacanya jadi sedikit merasa enggan karena tidak memiliki banyak waktu.
Bila Supernova episode ini dibandingkan dengan novel-novel yang kini beredar, novel lain seakan-akan tidak mendapat tempat di mata para pakar karena menurut saya pribadi, novel-novel yang kini ramai memang tidak mengandung unsur sastra yang cukup menarik bagi para pakar. Novel yang banyak mendominasi pasar sekarang ini adalah seri Teenlit atau semacam seri novel-novel yang bercerita tentang percintaan remaja yang bersifat santai dan menarik di mata pembaca remaja yang ingin disuguhkan dengan materi yang santai dan mudah dicerna.


2 komentar:

  1. mbak dee emang the best author :)

    BalasHapus
  2. Terimakasih postnya sangat bermanfaat. Mari kunjungi juga blog saya https://blog.ppns.ac.id/tl/lukmankhakim/

    BalasHapus

Perusahaan dan Negara yang Mengacu pada International Financial Reporting Standards

A.   Sekilas mengenai IFRS ( International Financial Reporting Standards ) IFRS (Standar Pelaporan Keuangan Internasional) merupaka...