Minggu, 22 April 2012

Pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen

 Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Bisa juga diartikan sebagai jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli.
Namun dalam faktanya, konsumen tidak diperdulikan oleh para produsen. Dalam beberapa kasus banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen dalam tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen. Perlindungan konsumen terdapat pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999.
Menurut saya, yang menjadi persoalan disini adalah konsumen belum memberikan tanggapan yang positif terhadap pemberlakuan undang-undang tersebut. Mereka belum mau memanfaatkan undang-undang tersebut untuk melindungi dirinya dari tindakan pelaku usaha yang tidak mengindahkan etika bisnis yang semestinya.
Sedangkan dari sisi pelaku usaha, banyak diantara mereka yang belum mau memanfaatkan undang-undang tersebut, walaupun undang-undang tersebut juga bermanfaat agar pelaku usaha dapat bersaing secara positif. Dengan demikian, kemauan dan niat baik dari semua pihak untuk mau memanfaatkannya, baik itu oleh konsumen, pelaku usaha maupun pemerintah yang bertugas untuk melindungi masyarakat (konsumen) sangat diperlukan, sehingga pelaksanaan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 berjalan seperti yang diharapkan.
Perlindungan konsumen ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, menghindarkan dari akses negatif pemakaian barang dan jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen, menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha, meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuklah Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur:
a.   Pemerintah
b.   Pelaku usaha : setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
c.   Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat : lembaga nonpemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
d.   Akademis, dan
e.   Tenaga ahli.
Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telah memperluas arus transaksi barang dan jasa melintasi batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan jasa yang ditawarkan bervariasi juga.
Kondisi yang demikian pada satu sisi mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.
Di sisi lain, kondisi tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang buruk. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk mengambil keuntungan yang sebesar besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang sebenarnya merugikan konsumen.
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen itu adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen harusnya menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen (masyarakat) untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.
Hal ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Beberapa hari yang lalu, pada bulan April ini, banyak diperbincangkan mengenai Hari Konsumen Nasional (HKN). Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) akan menetapkan tanggal 20 April sebagai Hari Konsumen Nasional (HKN).
Dengan adanya HKN ini, diharapkan bahwa konsumen dapat cerdas serta mengerti hak dan kewajibannya. Sikap itu akan membuat pelaku meningkatkan kualitas produk bila tidak ingin ditinggalkan konsumen. Karena sejak adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 tersebut belum memberikan perlindungan maksimal kepada konsumen. Keberadaannya sering diabaikan banyak pihak.
Contoh masih adanya produk yang kualitasnya di bawah standar yang ditetapkan Pemerintah melalui Standar Nasional Indonesia. Selain itu, masih ada ditemukannya penggunaan bahan-bahan tambahan yang tidak diperbolehkan dalam suatu produk. Seperti boraks, lilin, tawas dan bahan-bahan kimia berlebih lainnya yang digunakan dalam sejumlah makanan yang dikonsumsi masyarakat. Hal seperti ini sangat berbahaya dan fatal. Dari kasus-kasus ini pula, sebenarnya konsumen bisa melakukan boikot terhadap produsen yang telah membuat produk yang merugikan konsumen.
Konsumen seharusnya jangan diposisikan sebagai korban produk dan pelayanan. Di dalam kekurangan produk yang dibeli dan pelayanan yang diterima, konsumen memiliki hak menolak dan menggugat, serta mendapatkan kompensasi. Namun bisa dilihat pada kehidupan nyata saat ini, konsumen cenderung diam atas kekurangan produk yang dibeli atau pelayanan yang merugikannya, karena jaminan atas hak-hak konsumen belum berpihak kepada konsumen. Selama ini jutaan konsumen hanya bisa mengelus dada, ngomel sendiri, atau diam dengan kejengkelannya ketika hak-haknya sebagai konsumen dilecehkan. Oleh karena itu, sangat perlu adanya dorongan untuk penegakan hak-hak konsumen.
Dalam perlindungan konsumen ini selain pemerintah, pengusaha juga ikut serta dalam prosesnya. Pemerintah berperan dalam membentuk peraturan dan penegakan hukum melalui berbagai aktivitas pengawasan barang. Namun, pelaku usaha punya peran untuk berkomitmen pada aturan tersebut.
Jika hanya mengandalakan pemerintah dalam hal ini, walaupun dalam bentuk pengawasan ketat, tetap saja perlindungan konsumen tidak akan berjalan dengan lancar. Kini saatnya pelaku usaha sebagai mitra pemerintah mampu berperan dan ikut serta dalam menegakkan perlindungan konsumen melalui edukasi dan regulasi diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perusahaan dan Negara yang Mengacu pada International Financial Reporting Standards

A.   Sekilas mengenai IFRS ( International Financial Reporting Standards ) IFRS (Standar Pelaporan Keuangan Internasional) merupaka...